Ganti Judul dan ALt sendiri

Ketika Memiliki Anak Dengan Keterlambatan Tumbuh Kembang, Sebuah Curahan Hati Penuh Makna

 

anak tumbuh kembang terlambat, keterlambatan perkembangan anak, parenting anak delay, pengalaman ibu anak speech delay, tips ibu anak spesial

Tulisan ini bukan dari seorang ahli, bukan juga dari motivator parenting. Ini adalah curhat jujur dari seorang ibu, dari hati ke hati, untuk semua orang tua yang mungkin sedang berada di posisi yang sama.

Umma juga pernah merasa gagal menjadi ibu.

Umma pernah merasa malu saat anak tak seperti anak-anak lain.
Dan juga pernah merasa hancur saat keluarga sendiri mulai meragukan kemampuan menjadi orang tua.

Tapi Umma  juga pernah bangkit.
Dan terus bangkit. Meskipun kadang terjatuh. 

Tulisan ini Umma buat bukan untuk mencari simpati, tapi untuk menemani Sahabat Umma yang sedang merasa sendiri. (Profil anak "delay" dalam tulisan Umma kali ini hanyalah sebuah ilustrasi bukan kisah anak-anak Umma). Meskipun 2  anak Umma juga mengalami delay dan akan Umma cerita di artikel lain.

Awalnya Semua Terlihat Biasa... Sampai Menyadari Ada yang Tak Sama

Sebut saja namanya Raihan, lahir sehat dan ceria. Tapi ketika usianya masuk 1 tahun, ia belum bisa berdiri sendiri. Belum juga berkata satu patah kata.
Sementara teman-teman sebayanya sudah bisa bermain bola, memanggil nama ibu, bahkan ikut senam ceria di posyandu.

"Ah, tenang aja. Anak laki-laki memang biasanya lebih lambat."
"Nanti juga nyusul kok."

Tapi waktu berlalu, dan perkembangan itu tak juga datang. Dan omongan orang mulai berubah:

"Kok belum bisa ngomong sih? Aneh juga ya."
"Coba lebih diajak main yang edukatif."
"Jangan-jangan kurang perhatian?"
"Hapean mulu sih! "

Dan yang paling menyakitkan?
Komentar dari keluarga sendiri.

Rasa Minder Itu Nyata

Orang tua Raihan mulai merasa takut mengajak Raihan keluar rumah. Di playgroup,  lebih sibuk menunduk daripada mengobrol. Di grup WA keluarga, aku hanya membaca tanpa berani cerita apa-apa.

Yang lainnya sibuk posting pencapaian anak: juara mewarnai, bisa menghafal surat pendek, sudah bisa baca umur 4 tahun.
Sementara orang tuanya… masih menanti satu kata keluar dari bibir mungil Raihan.
Bahkan diceritakan bahwa orang tua Raihan sering menangis sendiri di kamar mandi, bisikkan kalimat yang membuatnya merasa sangat berdosa sebagai ibu:

“Ya Allah… kenapa anakku nggak seperti anak lain?”

Titik Balik: Terapi dan Harapan Kecil

Akhirnya orang tuanya memberanikan diri ke dokter tumbuh kembang. Raihan didiagnosis speech delay dan keterlambatan motorik. Dokternya berkata lembut:

“Ibu nggak sendiri. Dan Ibu nggak salah. Yang penting sekarang fokus pada penanganan, bukan pada penyesalan.”

Hari itu aku seperti dipeluk.

Sejak itu, mereka rutin mendampingi Raihan terapi seminggu 2-3 kali. Orang tuanya belajar stimulasi, belajar sabar, dan belajar ulang tentang cinta.

Aku belajar bahwa progress kecil adalah kemenangan besar.

Dan aku mulai menerima kenyataan, bukan sebagai hukuman… tapi sebagai jalan hidup kami yang unik.

Ketika “Mama” Jadi Kata Terindah

Di usianya yang ke-3, Raihan memanggil orang tuanya “Mama…”

Mungkin terdengar biasa bagi ibu lain. Tapi untukku, itu adalah puncak gunung dari perjalanan panjang yang penuh peluh dan air mata.

Mereka menangis. Pelukan kami hari itu terasa seperti dunia ikut tersenyum.

Dan sejak saat itu, aku tak lagi ingin membandingkan.

Kalau Kamu Juga Sedang Menghadapi Ini... Peluk Dulu Dirimu Sendiri

Ah kisah yang sebenarnya juga sedang Umma rasakan. Si uni dan si bayi juga mengalami delay berjalan dan berbicara. Awalnya Umma juga bingung harus bagaimana. Tapi Umma berkata pada diri sendiri:

Kamu ibu yang hebat. Bukan karena anakmu cepat berkembang. Tapi karena kamu memilih untuk tetap bertahan, mencintai, dan mendampingi.

Dan anakmu… dia tidak terlambat. Dia hanya sedang mengambil jalannya sendiri. Dengan iramanya sendiri.

7 Cara Agar Tetap Bahagia Saat Anak Kita “Delay” Perkembangan

1. Stop Bandingkan Anakmu

Ingat, membandingkan hanya mencuri rasa syukur. Setiap anak punya waktunya sendiri. Fokus pada kemajuan, bukan perbedaan.

2. Peluk Diri Sendiri

Self-care bukan egois. Itu penting. Luangkan waktu untuk recharge energi dan mentalmu.

3. Cari Teman Sepemahaman

Join komunitas parenting anak spesial. Di sanalah kita akan merasa dimengerti, bukan dihakimi.

4. Pahami Diagnosis, Bukan Ditakuti

Diagnosis bukan vonis. Itu petunjuk untuk bantu anak lebih optimal. Percayalah arahan dokter terapis adalah solusi agar anak mampu mengejar ketertinggalan.

5. Bahagia Itu Diciptakan, Bukan Ditunggu

Nggak perlu nunggu anak “sempurna” dulu baru bisa bahagia. Bahagia dimulai dari rasa menerima. Percayalah ini ketentuan Allah agar kita semakin dekat dengan Nya.

6. Jadikan Rumah Zona Aman

Jangan bawa tekanan dunia luar ke rumah. Anak butuh rasa aman dan bebas dari tekanan. Berikan selalu motivasi dan konsisten dengan stimulasi yang akan diberikan pada merre

7. Syukuri Proses Kecil

Bisa menatap mata, menyebut satu kata, berdiri sendiri — itu semua patut dirayakan. Jangan tunggu sukses besar baru bersyukur. Seperti Umma yang sangat bahagia saat kaki kecilnya akhirnya melangkah dan terus melangkah. Saat si uni mau diajari kosa kata yang sulit untuk dirinya sebutkan. Ini baru awal perjalanan Umma dan teman-teman di luar sana.  Bersemangatlah sampai kapanpun.

Dari Umma Untuk Semua Orang Tua Yang Sedang di Fase Membersamai Anak Yang Delay

Kalau sedang melalui fase seperti yang Umma lalui — please  bahwa Sahabat Umma tidak sendiri.

Kalau masih diam saat orang lain sibuk cerita tentang anak mereka yang "berprestasi", Umma juga tahu rasanya.

Kalau sedang mempertanyakan kenapa yang mendapat ujian ini kita?

Tapi percayalah...

Anak kita tidak diciptakan untuk jadi bahan bandingan, tapi untuk mengajarkan kita  mencintai tanpa syarat.

✨ Ajak Bicara Yuk!

Tulisan ini oleh-oleh Umma selama proses mengantarkan fisioterapi (FT) si bayi yang akhirnya bisa berjalan di usia 19 bulan. Tidak mudah memang tapi semua ada sebab dan akibatnya. (Lain kali Umma cerita ya penyebab si bayi delay berjalan). Tulisan ini terinspirasi dari perjalanan Umma membersamai anak-anak. Ada juga cerita si uni yang speech delay. Tapi di artikel lain ya Umma cerita. Kali ini hanya ingin menyemangati orang tua yang terus membersamai anak-anak mereka dengan keterlambatan yang berbeda. Umma menyaksikan betapa mereka begitu kuat dan bersemangat. Masya Allah!

Nasehat Umma Untuk Calon Orang Tua Yang Sedang Berproses Menjadi Luar Biasa

Tak ada yang sempurna tapi belajarlah dari ujian orang lain. Banyak sekali kesimpulan dari para orang tua yang diuji oleh Allah dengan anak yang memiliki tumbuh kembang terlambat. Tapi secara pribadi dari pengalaman dan pengamatan Umma selama membersamai anak-anak selama 4 tahun ini, Umma memiliki beberapa catatan yang bisa dijadikan pelajaran buat calon orang tua agar anaknya tidak mengalami keterlambatan atau istilahnya "delay". Bisa baca di artikel ini ya. 
Intinya nasehat Umma untuk calon orang tua, perbanyaklah membaca literasi mengenai tumbuh kembang anak-anak. Tak masalah kalau belum punya anak karena jangan sampai memiliki prinsip air mengalir saat membersamai anak-anak. Karena orang tua yang memiliki ilmu akan jauh berbeda dengan orang tua yang memiliki prinsip air mengalir. (Semoga paham sampai sini ya, soalnya Umma dah mulai ngantuk mau lanjut nulis). 

Sekian ya tulisan Umma kali ini. Jangan lupa sharing nya ya di kolom komentar!Kalau Sahabat Umma merasa tulisan ini relate banget, boleh banget dishare ke sesama ibu-ibu pejuang. Kita saling menguatkan.K arena tak ada yang lebih kuat dari ibu yang tidak menyerah.

3 komentar

  1. Salah satu ponakan saya juga mengalami keterlambatan dalam berbicara. Beruntungnya dia punya orang tua yang sangat tegar dan sabar menghadapi kondisi seperti itu. Namun yang paling menguras energi dari cerita orangtuanya adalah menghadapi para pembully kepada anak dengan kondisi delay ini

    BalasHapus
  2. Langkah awal tidak denial ya mba..memahami bahwa kita tidak boleh membandingkan anak kita dengan anak lainnya...Masyaallah ikhtiar luar bisa semoga menjadi pahala..aamiin

    BalasHapus
  3. Anak saya pun baru mulai berjalan di usia 18 bulan. Namun, saya tidak sampai stres menghadapinya, meskipun keponakan sebayanya sudah bisa berjalan sejak usia 9 bulan. Saya setuju dengan pernyataan Umma bahwa anak memiliki ritme nya sendiri. Terlebih, ayahnya pun mulai berjalan di usia yang sama dengannya.

    BalasHapus